Mataram, 8 September 2025 – Masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) telah melayangkan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan gratifikasi yang melibatkan Gubernur NTB, H. Lalu Muhammad Iqbal. Laporan ini juga menyebutkan keterlibatan sejumlah pejabat daerah dan anggota DPRD NTB periode 2024–2029, dengan kerugian negara diperkirakan lebih dari Rp417 miliar.
Dugaan Penyalahgunaan Anggaran APBD
Dalam laporan tersebut, Gubernur NTB dituduh telah melakukan pergeseran anggaran APBD Tahun Anggaran 2025 melalui Peraturan Gubernur No. 02/2025 dan No. 06/2025. Pergeseran ini menghapus program hasil pokok pikiran (pokir) dari 39 anggota DPRD periode 2019–2024 dengan nilai mencapai Rp78 miliar.
Pergeseran anggaran ini dianggap kontroversial karena dilakukan saat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2030 masih dalam tahap pembahasan di DPRD, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai dasar hukumnya. Selain itu, program dari anggota DPRD lama yang tidak terpilih kembali disebut telah dihapus, sedangkan program dari anggota yang terpilih kembali tetap dipertahankan, menimbulkan dugaan konspirasi politik dan diskriminasi.
Dugaan Gratifikasi
Laporan juga memuat indikasi gratifikasi yang melibatkan anggota DPRD periode 2024–2029. Beberapa rekaman percakapan menunjukkan adanya praktik “jatah pokir” yang didistribusikan melalui pejabat BPKAD NTB. Beberapa anggota DPRD bahkan dilaporkan telah mengembalikan uang yang diduga berasal dari gratifikasi kepada Kejati NTB.
“Pergeseran anggaran ini tidak hanya melampaui kewenangan, tetapi juga memunculkan indikasi adanya gratifikasi politik yang merugikan keuangan negara,” demikian pernyataan dalam laporan yang disampaikan masyarakat NTB.
Penyalahgunaan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT)
Selain dugaan korupsi pokir, Gubernur NTB juga dilaporkan menyalahgunakan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Tahun 2025. Dari total anggaran Rp500,97 miliar, tercatat Rp130 miliar digunakan pada Maret 2025, dan Rp339 miliar pada Mei 2025, sehingga hanya tersisa Rp161 miliar.
Gubernur sebelumnya menyatakan bahwa dana tersebut digunakan untuk membayar utang Pemprov NTB, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH) ke kabupaten/kota, utang BPJS, dan proyek tahun sebelumnya. Namun, laporan menegaskan bahwa penggunaan BTT untuk membayar utang rutin bertentangan dengan ketentuan, karena BTT seharusnya hanya digunakan untuk keadaan darurat yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Bukti dan Pihak yang Dilaporkan
Laporan ke KPK ini dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa tiga peraturan gubernur, rekaman percakapan antara gubernur dan anggota DPRD, pemberitaan media, serta file digital yang diserahkan dalam flashdisk.
Para pelapor terdiri dari lima tokoh masyarakat NTB, salah satunya TGH Najamuddin Mustafa, mantan anggota DPRD NTB periode 2019–2024. Terlapor antara lain Gubernur NTB, Ketua DPRD NTB Hj Baiq Isvie Rupaeda, Kepala BPKAD NTB, serta sejumlah anggota DPRD periode 2024–2029.
Desakan Penyelidikan
Masyarakat NTB mendesak KPK untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan kasus ini. Total kerugian negara yang diperkirakan adalah Rp78 miliar dari penghapusan pokir DPRD dan Rp339 miliar lebih dari penyalahgunaan dana BTT, sehingga mencapai lebih dari Rp417 miliar.
“Kasus ini telah menimbulkan keresahan masyarakat. Kami berharap KPK segera turun tangan untuk menegakkan keadilan dan menindak tegas semua pihak yang terlibat,” tegas para pelapor dalam surat resmi yang dikirimkan ke KPK di Jakarta.